Alkisah, ada seorang pemuda yang hidup sebatang kara.
Pendidikan rendah, hidup dari bekerja sebagai buruh tani
milik tuan tanah yang kaya raya. Walapun hidupnya sederhana
tetapi sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan
baik.
Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan
kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya
hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi
sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu
kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus asa, dan
tidak memiliki arti.
“Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu
mati, lebih baik aku mengakhiri saja kehidupan ini,” katanya
dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat
menggantung diri di sebatang pohon.
Pohon yang dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba
menyela lembut. “Anak muda yang tampan dan baik hati,
tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah
berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada
banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk
menghibur siapapun yang berada di sekitar sini.”
Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan
memilih pohon yang lain, tidak jauh dari situ. Saat bersiap-
siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, “Hai anak muda.
Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang
dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin.
Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah bekerja keras tetapi
tidak dapat menikmati hasilnya.”
Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda
berjalan mencari pohon yang lain. Kata yang didengarpun
tidak jauh berbeda, “Anak muda, karena rindangnya daunku,
banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar
beristirahat atau berteduh di bawah dedaunanku. Tolong
jangan mati di sini.”
Setelah pohon yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan
berpikir, “Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai
kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak
patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi
alam dan bermanfaat bagi makhluk lain”.
Segera timbul kesadaran baru. “Aku manusia; masih muda,
kuat, dan sehat. Tidak pantas aku melenyapkan kehidupanku
sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan
bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi
makhluk lain”.
Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat
dan perasaan lega.
================================================
Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu,
mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini
(dengan) terasa terbeban dan saat tidak mampu lagi menahan
akan memungkinkan kita mengambil jalan pintas yaitu bunuh
diri.
Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya
kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita
akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan
kita, setiap hari penuh dengan optimisme, penuh harapan dan
cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan
manusia-manusia lainnya.
Maka, jangan melayani perasaan negatif. Usir segera. Biasakan memelihara pikiran positif, sikap positif, dan
tindakan positif. Dengan demikian kita akan menjalani
kehidupan ini penuh dengan syukur, semangat, dan sukses
luar biasa